Bahan Ajar BUMEN SMP KELAS VII
BAB I
RUANG LINGKUP BUDAYA MENTAWAI
A. PENGERTIAN BUDAYA SUKU MENTAWAI
1. BUDAYA
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit
nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan
atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra
budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan
pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis
yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Dengan demikian, budayalah
yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Selain itu juga
dijelaskan pengertian budaya menurut para ahli berikut ini:
1.
Menurut Wikipedia
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
2.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Budaya diartikan sebagai pikiran, akal budi atau
adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata
budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.
3.
Menurut Koentjaraningrat
Budaya adalah suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan serta
karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan
miliknya dengan belajar.
Budaya adalah : Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta
kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota
masyarakat.
5.
Menurut Linton
Budaya adalah : Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan
pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu.
6.
Menurut Kluckhohn dan Kelly
Budaya adalah Semua rancangan hidup yang tercipta
secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang
ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa budaya
2. SUKU
MENTAWAI
Mentawai merupakan salah satu
daerah kepulauan yang terpisah dari pulau sumatera serta memiliki kebudayaan
yang unik. Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai.
Sebagaimana suku Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga Mentawai, selain
di Mentawai juga di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama
kali dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah
penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial
penggunanya. Suku mentawai adalah suku kuno yang bertinggal di
kepulauan mentawai. bagian dari sumatra barat dan utara. asal usulnya yang
menjadi perdebatan menjadikan suku itu suku yang misterius.
ada
yang berpendapat termasuk bangsa polynesia ada yang berpendapat merupakan
bangsa proto-malayan (melayu tua). Di provinsi Sumatera Barat
terdapat satu suku yang memiliki banyak kekhasan. Suku tersebut adalah suku
Mentawai. Suku Mentawai terdapat di kepulauan Mentawai yang terdiri
dari pulau-pulau yaitu Siberut, Sipora, Sikakap. Dalam beberapa pandangan
tentang asal usul masyarakat Mentawai, ada yang mengatakan bahwa masyarakat
Mentawai berada dalam garis orang polisenia. Menurut kepercayaan masyarakat
Siberut, nenek moyang masyarakat Mentawai berasal dari satu suku/uma dari
daerah Simatalu yang terletak di
Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian menyebar ke seluruh pulau dan terpecah
menjadi beberapa uma/suku.
Secara
geografis, letak kepulauan Mentawai berhadapan dengan Samudera Hindia. Jarak
kepulauan Mentawai dari Pantai Padang lebih kurang 100 kilometer. Secara
turun temurun, suku Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan
rumah yang terbuat dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk
panggung.
Masyarakat
Mentawai banyak tinggal di kampung-kampung. Kampung yang terletak di pinggir
sungai pedalaman meski ada yang berada di pinggir pantai. Tiap kampung terdiri
dari tiga sampai lima wilayah yang disebut perumaan, yang berpusat pada satu
rumah adat yang besar atau Uma. Suatu Uma merupakan bangunan yang besar dan
megah. Panjang Uma mencapai hingga 25 meter dan lebarnya berkisar 10 meter.
Kerangka Uma terbuat dari kayu bakau, lantainya dari batang nibung, dinding
rumahnya dari kulit kayu, sedangkan atapnya dari daun sagu. Fungsi dari Uma
sendiri adalah sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat bagi
anggota-anggotanya yang semuanya masih terikat hubungan kekerabatan menurut
adat Agama/kepercayaan masyarakat Mentawai adalah Arat Sabulungan. Arat berarti
adat dan Sabulungan berarti bulu. Agama ini memiliki pandangan bahwa segala
sesuatu yang ada, benda mati atau hidup memiliki roh yang terpisah dari jasad
dan bebas berkeliaran di alam luas.
Dalam
pemahaman masyarakat Mentawai bukan manusia saja yang memiliki jiwa.
Hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka
suatu benda memiliki jiwa. Selain jiwa, ada berbagai macam roh yang menempati
seluruh alam semesta, seperti di laut, udara, dan hutan belantara. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Mentawai menerapkan prinsip kesederhanaan. Hal
itu terlihat dari cara berpakaian tradisional masyarakat Mentawai. Para lelaki
mengenakan Kabit yakni penutup bagian tubuh bawah yang hanya terbuat dari kulit
kayu. Sementara bagian tubuh atas dibiarkan telanjang. Untuk para wanita,
mereka menutup tubuh bagian bawah dengan memakai untaian pelepah daun kelapa hingga
berbentuk seperti rok hingga dibagian atas.
Dalam
hukum adat masyarakat Mentawai terdapat pandangan mengenai hutan.
Masyarakat Mentawai memiliki kepercayaan bahwa kawasan seperti hutan, sungai,
gunung, perbukitan, hutan, laut, dan rawa memiliki penjaga yaitu mahluk halus
isebut lakokaina. Mereka yakin lakokaina ini sangat berperan dalam
mendatangkan, sekaligus menahan rezeki. Dalam melakukan kegiatan berburu,
pembuatan sampan, merambah/membuka lahan untuk ladang atau membangun sebuah uma
maka biasanya dilakukan secara bersama oleh seluruh anggota uma dan pembagian
kerja dibagi atas jenis kelamin. Setiap keluarga dalam satu uma membawa makanan
(ayam, sagu, dll) yang kemudian dikumpulkan dan dimakan bersama-sama oleh
seluruh anggota uma setelah selesai melaksanakan kegiatan/upacara.
Masyarakat
Mentawai bersifat patrinial dan kehidupan sosialnya dalam suku disebut
"uma". Struktur sosial tradisional adalah kebersamaan, mereka tinggal
di rumah besar yang disebut juga "uma" yang berada di tanah-tanah
suku. Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi dalam satu uma.
Kelompok-kelompok patrilinial ini terdiri dari keluarga-keluarga yang hidup di
tempat-tempat yang sempit di sepanjang sungai-sungai besar. Walaupun telah
terjadi hubungan perkawinan antara kelompok-kelompok uma yang tinggal di lembah
sungai yang sama, akan tetapi kesatuan-kesatuan politik tidak pernah terbentuk
karena peristiwa ini. Struktur sosial itu juga bersifat egalitarian, yaitu
setiap anggota dewasa dalam uma mempunyai kedudukan yang sama kecuali
"sikerei" (atau dukun) yang mempunyai hak lebih tinggi karena dapat
menyembuhkan penyakit dan memimpin upacara keagamaan.
Masyarakat
Mentawai memiliki dua mata pencaharian utama, yaitu berburu dan berladang.
Dimana dalam berburu mereka menggunakan peralatan seperti busur dan panah,
dimana alat-alat tersebut dibuat sendiri dari kayu-kayu yang ada di hutan
dengan cara-cara yang tradisional dan dilumuri dengan racun buatan mereka
sendiri. Dalam berladang, khususnya
dalam berladang sagu, suku Mentawai juga menggunakan peralatan-peralatan
tertentu. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, dalam menanam sagu harus
disertai dengan tahapan-tahapan tertentu. Seorang warga sedang berburu dengan
busur dan panah, sambil mencoba mendengarkan suara buruan. Alat-alat serta
sistem teknologi mereka pun dalam berladang dapat dikatakan masih tradisional
hanya memakai parang dan kampak.
Suku Mentawai adalah
sekelompok masyarakat yang tinggal hidup dan menetap di kepulauan Mentawai,
Sumatera Barat. Secara turun temurun,
suku Mentawai hidup sederhana di sebuah uma . Uma adalah
rumah yang terbuat dari kayu dan berbentuk panggung. Untuk soal pakaian, suku
Mentawai juga masih tergolong tradisional. Seiring dengan perkembangan zaman
suku mentawai membuat suku tersendiri dalam keluarga mereka supaya keturunan
mereka lebih jelas sehingga ketika beranjak dewasa dalam menentukan pasangan
lebih mudah. Syarat menikah di mentawai pihak laki-laki tidak boleh mencari
pasangan yang masih ada hubungannnya dengan keluarga walaupun tidak sesuku.
Disini hanya di ijinkan apa bila suku laki-laki dan perempuan tidak punya
hubngan family / kerabat. Sehingga tidak heran suku dimentawai terpecah lebih
dari 100 suku dimentawai. Berikut disebutkan beberapa suku di mentawai :
1. Sirisokut
2. Saruruk
3. Sapatandekan
4. Berisigep
5. Galet
6. Sa Gouk
gouk
7. Pangetuat
8. Sababalat
9. Sabaggalet
10. Sabajou
11. Sabebegen
12. Sabelau
13. Sabola
14. Sadodolu
15. Saerejen
16. Sagalak
17. Sagoilok
18. Sagugurat
19. Saguntung
20. Sagurug
21. Sagurung
22. Saguruwjuw
23. Saibuma
24. Sakailoat
25. Sakeletuk
26. Sakerebau
27. Sakerengan
28. Sakeru
29. Sakoan
30. Sakobou
31. Sakoikoi
32. Sakukuret
33. Sakulok
34. Salabok
35. Salaisek
36. Salakkomak
37. Satairarak
38. Saruruk
39. Sangonian
40. Sababbam
41. Saubbaisagu
42. Sirisokut
43. Saroro
44. Salakkirat
45. Sapoula
46. Sabele
pangulu
47. Sirisoro
48. Siripapari
49. Saluluni
50. Tatak oinan
51. Siribere
52. Tasiripeula
53. Tailgat
54. Siritoiten
55. Sagara-gara
56. Tatoleuru
57. Tapodadai
58. Sirirui
59. Tapokapkap
60. dll
selain dari pada diatas suku
mentawai masih banyak yang lain. Terpecahnya suku di mentawai disebabkan oleh
konflik antara keluarga yang selalu mempertahankan egonya. Misalnya persoalan
makanan, hasil buruan, dan pembedaan antara keluarga mampu dan tidak mampu.
Akibat dari itu sehingga ada beberapa keluarga merasa malu karena tidak bisa
menyamai sumberdaya yang ada, maka solusinya adalah membuat suku baru.
B. Sejarah Singkat Suku
Mentawai
Mentawai merupakan sebuah kabupaten yang terletak di
provinsi Sumatra Barat. Kabupaten Mentawai sendiri, terletak sekitar 85-135 km
dari pantai Sumatera Barat, dengan luas daratan kurang lebih 7000 km².
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terletak
memanjang dibagian paling barat pulau Sumatera dan dikelilingi oleh Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari
serangkaian pulau non-vulkanik, dan gugus kepulauan itu merupakan puncak-puncak
dari suatu punggung pegunungan bawah laut. Adapun suku asli yang tinggal
di daerah ini, yaitu suku Mentawai. Suku Mentawai merupakan salah satu bukti
keanekaragaman budaya Indonesia yang eksotik dan tak ternilai harganya.
Suku ini termasuk suku terasing yang
hidup primitif di tempat terpencil. Geografis Mentawai memang sangat jauh
dari wilayah Indonesia yang lain. Sebagai gambaran, jika perjalanan dimulai
dari wilayah terdekat, yakni dari pelabuan teluk Bungus Padarig, dibutuhkan
waktu sekitar 10 sampai 12 jam menggunakan Kapal Ferry untuk sampai ke
kepulauan Mentawai. Oleh sebab itu, suku ini kurang dikenal, tidak jarang salah
sangka mengenai keberadaannya. Cara hidup dan budaya masyarakat Mentawai
menjadi suatu misteri. Masyarakat Mentawai sering dicampur adukkan dengan suku
Dayak di Kalimantan. Secara fisik, kedua suku tersebut memiliki kemiripan, bahkan
dengan suku di belahan bumi lain, seperti di Hawai, Marchesi, dan Fiji yang
berasal dari Lautan Teduh.
Tulisan ini merupakan catatan objektif mengenai
kehadiran suku Mentawai yang memiliki nilai sosial budaya bagi bangsa
Indonesia. Nama mentawai diambil dari bahasa asli penduduk setempat, yaitu
“SiMateu”. Ada pula yang beranggapan Mentawai berasal dari kata
“ Simatalu”, yang berarti Yang Maha Tinggi. Simatalu ini juga
merupakan nama sebuah daerah yang menurut cerita dahulu merupakan daerah yang
menjadi tempat bermukim lelaki dari Nias yang bernama Amatawe. Sehingga
dewasa ini dikenal sebagai tanah Mentawai. Selain itu, orang Mentawai disebut
orang Pagai oleh orang-orang dari daratan Sumatra, terutama masyarakat Sumatra
Barat.
C.
Ciri-ciri dan
Karakteristik Suku Mentawai
Orang-orang Mentawai memiliki tipe Melayu Polinesia.
Beberapa ahli berpendapat demikian karena berdasarkan anatomi para ahli
terhadap tubuh masyarakat Mentawai tergambar, sebagai berikut :
1) Berkulit kuning
2) Bermata sipit
3) Menggunakan cawat atau penutup aurat dari bahan kulit
kayu
Sementara menurut Neuman, sejak dahulu Pulau Sumatra
telah dihuni oleh orang-orang Polinesia yang kemudian diusir oleh orang Melayu
yang datang. Kemudian sisa-sisa Polinesia menetap di Kepulauan Mentawai.
Menurut Rosenberg, orang Mentawai memiliki kesamaan ciri dengan penduduk
Hawai, Marchesi dan Fiji yang berasal dari Lautan Teduh. Pendapat ini diperkuat
oleh penelitian Ady Rosa, yang menyumbangkan hasil penelitiannya, yaitu selain
Mentawai dan Mesir, tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris(54 SM),
Indian Haida di Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii, dan Kepulauan Marquesas.
Budaya rajah ini juga ditemukan pada suku Rapa Nui di
Kepulauan Easter, suku Maori di Selandia Baru, suku Dayak di Kalimantan, dan suku
Sumbadi Sumatera Barat. Sedangkan Bikmore, Mess dan Moris berpendapat bahwa
orang Mentawai benar adanya orang Melayu, sama seperti orang Sumatra
lainnya. Diperkuat oleh Oudemans yang mengatakan bahwa rumpun penduduk Mentawai
serumpun dengan orang Batak dan orang Batu di Kepulauan Nias.
Meskipun ciri-ciri orang Mentawai hampir mirip dengan
suku lainnya, namun karakteristik yang terlihat secara latenlah yang membedakan
kepribadian suku Mentawai. Ditunjukkan dari seni, kebiasaan, dan adat. Antara
suku Mentawai dengan suku lainnya yang berada di sekitar Mentawai terlihat
sangat berbeda. Pada hunian mereka tak dijumpai peradaban batu besar
(menhir, dolmen& batu kubur). Fakta ini disebabkan oleh lokasi baru
huniannya, atau karena kecilnya unit populasi migran hingga kurang tenaga untuk
membangun artefak-artefak batu. Beberapa peralatan berburu dan rumah tangga
dari batu di Mentawai, sudah lama digantikan logam yang didatangkan dari
Sumatera. Temuan secarahistoris, bahwa 500.000 tahun lalu (zaman Pleistocene), diperkirakan
Kepulauan Mentawai terpisah dari daratan Sumatra oleh naiknya permukaan air
laut. Sejak itulah pulau ini terisolasi.
Persebaran suku Mentawai tidak terelalu luas, buktinya
mereka hidup berkelompok dan sangat tergantung pada alam. Gugusan pulau di
Kepulauan Mentawai sebenarnya cukup banyak, namun yang dihuni hanya 3 pulau
besar, yaitu Siberut, Sikakap dan Sipora. Selain itu, alam yang selalu tidak
bersahabat yang menyebabkan Mentawai tidak selalu dikenal orang. Butuh semangat
dan keberanian tersendiri untuk datang ke kepulauan yang masih jarang
dikunjungi ini.Mereka bermukim di kampung-kampung yang berfungsi sebagai
tempat bermukim saja. Mereka hanya memanfaatkan pekarangan untuk ditanami
tebu yang digunakan airnya.
Kampung tersebut berada di sungai-sungai pedalaman dan
sebagian di dekat pantai. Pada dasarnya, kampung Mentawai dibagi menjadi dua,
yaitu kampung asli Mentawai dan kampung pemukiman Departemen Sosial. Kampung
asli terdapat 3 macam rumah. Uma, rumah induk besar yang digunaakan untuk menyimpan
benda-benda pusaka, untuk melakukan upacara dan menyimpan tengkorak hasil
buruan. Tiap uma dipimpin seorang “Rimata”. Biasanya lelaki yang bijak &
berpengalaman, tapi ada juga yang dipilih berdasar keturunan. Rimata
sebenarnya pemimpin adat uma itu sendiri. Kalau ada yang dianggap pelopor
biasanya adalah orang yang ahli dibidangnya, dan tidak harus orangtua
berpengalaman. Hubungan uma satu dengan yang lain dijaga denganikatan
pernikahan. Uma disekat-sekat menjadi kamar yang ditempati oleh orang yang sudah
menikah.
Sekat-sekat tersebut yang dinamakan lalep. Lalep
merupakan jenis rumah ke dua. Jika Uma sudah penuh, maka rumah yang dibangun
untuk anggota suku Mentawai yang sudah menikah itu dinamakan Lalep. Rusuk
merupakan rumah jenis ke tiga untuk menginap para pemuda atau anak-anak muda
dan janda yang diusir dari kampung. Ada pula yang disebut dengan sikumang,
adalah pondok untuk para janda yang terusir. Mereka terenak babi.
Rumah mereka memiliki laibokat atau laibo dan balapat ka tei-tei. Yaitu beranda
depan dan beranda belakang. Laibokat di labio merupakan tempat yangdigunakan
saat terjadi perbincangan kecil atau menerima tamu. Di bagian belakang ada
puturukat untuk menari, dan ada purusuat untuk perapian. Tiang utama uma
disebut ugala. Tiang kedua adalah kalabai. Kerangka rumah dari kayu bakau,
lantai dari batang nibung dan dinding dari kulit kayu, sedang atapnya daridaun
sagu.
Kampung pemukiman Departemen Sosial merupakan
rumah-rumah yang berbaris dengan rapi saling berhadapan sepanjang jalan desa
berbentuk panggung dengan kerangka balok kayu ukuran 6m x 12m. Di rumah
tersebut terdapat 2 kamar berlantai dan dinding papan, beratapkan seng.
Metologi masyarakat Mentawai mengatakan bahwa mereka berasal di pulau Siberut.
Merka di ciptakan di Simatalu dan kemudian menyebar ke daerah pulau sekitarnya.
Penyebabnya beragam, seperti perpecahan keluarga kekerabatan, proyek
pemukiman Departemen Sosial, penduduk migrasi dari pulau lain
untuk keperluan berdagang, atau masyarakat lain seperti Minangkabau,
Batak, Jawa,Tiong Hoa, Hokian, Kek, bangsa Barat dan sebagainya. Pergeseran ini
juga disebabkan oleh rendahnya angka pertambahan penduduk yg dikarenakan
tingginya kematian bayi. Mobilitas amat kecil, namun ada juga mobilitas
karena sekolah dan berdagang. Sekolah para Mentawai ke sekolah katolik
karena adanya tangan penggubah para misionaris Katolik dan Kristen.
Meskipun mereka dianggap sebagai kaum perampas budaya
dan jati diri suku Mentawai, memaksa penduduk Mentawai amnesia terhadap
kearifan lokal mereka, namun para pendeta dan pastur ini memberikan
sumbangan ilmu terhadap suku tersebut. Hal ini menyebabkan distorsi budaya yang
dibuktikan dengan berkurangnya masyarakat Mentawai yang percaya terhadap Adat
Bulungan, kebiasaan adat titi dan cara berpakaian mereka, berdagang rotan
atau manau.
Gaharu atau simoite yang dipasarkan ke Padang dan
Pekanbaru merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan sebagian penduduk
suku Mentawai yang mengerti monetary (keuangan). Masyarakat suku Mentawai
memiliki ketrampilan dalam pengurusan tanah menjadi ladang. Selain
berburu hewan buruan, seperti babi, monyet, dan lain sebagainya mereka
berladang keladi yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Di ladang
tersebut didirikan rumah untuk berteduh yang tidak jarang digunakan untuk bermalam
sambil menjaga keladi mereka. Keladi tersebut dimakan saat bukan musim buah.
Sebenarnya, makanan pokok suku Mentawai adalah sagu dan talas yang banyak
tersedia di hutan secara liar. Pohon sagu tersebut diolah oleh kaum pria dengan
peralatan tradisional dan manual supaya dapat memenuhi kebutuhan pokok
penduduk.
Hasilnya yang berupa endapan disimpan dalam langkin
atau wadah yang terbuat dari daun sagu, disimpan selama 2-3 minggu baru dapat
diproduksi sebagai pemenuh kebutuhan pangan. Sistem pertanian tunggal suku
Mentawai sangat sederhana, hanya memerlukan lahan sekitar 0,25 sampai 0,50
haktarare, dari hutan yang ditebas dijadikan ladang, tapi tidak dibakar, yang
sangat berbeda dengan sistim tanaman berpindah di daerah tropis lainya,
dimana api merupakan bagian terpenting dari proses penebasan. Sistem ini
mengisaratkan manusia hidup selaras dengan hutandan alam. Suku Mentawai sendiri
sangat menjaga alam dan lingkungannya secara ketat, karena suku Mentawai
tinggal di Kepulauan yang sangat mengenal laut, mereka juga memiliki insting
untuk menagkap ikan dan dijual, penyu (dimakan dan meningkatkan gengsi). Ikan
dihasilkan dari tangkapan di laut maupun sungai. Alat yang digunakan adalah
lukah atau leggeu.
Selain itu, mereka beternak babi dan ayam, untuk menempatkan
ternak mereka, dibuat pondok ternak. Supaya tidak tertukar, mereka menandai
ternaknya masing-masing. Ternak ini digunakan jika diselenggarakan acara
adat, perayaan perkawinan maupun denda adat. Pencarian hasil hutan seperti
gaharu adalah untuk memenuhi pasar di luar Mentawai. Menurut informasi,
gaharu tersebut diekspor ke Arab Saudi dan Singapura untuk bahan minyak wangi.
Tata busana masyarakat asli Mentawai mencerminkan azas-azas legaliter, dalam
tatanan masyarakat tidak ada strata-strata sosial, pimpinan atau anak buah.
Pembedaan busana lebih ditentukan pada kejadian, peristiwa, upacara yang
dalam hal ini adalah upacara khusus tentang penghormatan arwah (punen).
Selain itu busana juga mengungkapkan ciri-ciri
kedekatan penyandangnya dengan alam lingkungan yang tropis, berhutan lebat
berikut keanekaragaman floranya. Hal ini antara lain tampak pada banyaknya
hiasan floral yang dikenakan. Salah satu kelengkapan busana suku Mentawai yang
khususnya dipakai kaum pria adalah cawat, penutup aurat, terbuat dari kulit
kayu pohon baguk dan sebut kabit. Kaum wanita memakai sejenis rok yang terbuat
dari dedaunan pisang yang diolah secara khusus dan dililitkan kepinggang untuk
menutupi aurat, disebut sokgumai. Selain kabit dan sokgumai, orang-orang
Mentawai dapat dikatakan tidak menggunakan apa-apa lagi yang benar-benar
menutup tubuhnya selain aneka perhiasan serta dekorasi tubuh yang terbuat dari
untaian manik-manik, gelang-gelang, bunga-bungaan dan daun daunan.
Kalung manik-manik yang sangat impresif yaitu ngaleu
menghiasi leher dalam jumlah yang dapat mencapai puluhan, terbuat dari
gelas berwarna merah, kuning, putih dan hitam atau hijau. Kedua
pergelangan tangan juga dihiasi dengan gelang-gelang manik-manik. Demikian pula
pada kedua pangkal lengan dan pada bagian kepala berbaur dengan aneka bunga dan
daun-daunan. Ikat kepala ini dinamakan sorat. Sedangkan gelang manik pangkal
lengan disebut lekkau.
C. Kepercayaan dan
Kebiasaan Masyarakat Mentawai
Tampilan busana selengkapnya suku Mentawai ini
dikenakan pada upacara punen, suatu ritus yang ditujukan untuk menghormati roh
nenek moyang. Peristiwa ini melaksanakan praktek sikerei, suatu kegiatan
perdukunan. Ritus ini dipimpin oleh seorang kerei (dukun) dalam busana kerei
yang sebenarnya adalah busana tradisional Mentawai yang dihiasi dan ditaburi
berbagai dekorasi yang lebih banyak dari pada keadaan sehari-hari. Busana kerei
ini selain terdiri atas kabit dan sorat juga dilengkapi sobok, sejenis kain
penutup aurat bercorak dibagian depan kabit, rakgok, ikat pinggang dari lilitan
kain polos yang biasanya berwarna merah, pakalo, botol kecil tempat ramuan
obat-obatan, lei-lei, rnahkota dari bulu-buluan dan bunga-bungaan, cermin
raksa, bergantung pada kalung depan dada, ogok, sejenis subang pada kedua
telinga. Titi, merupakan identitas paling khas milik Mentawai. Kebiasaan ini
adalah dengan cara merajah tubuh mereka menggunakan tinta daun.
Bagi orang Mentawai, tato merupakan roh kehidupan.
Tato memiliki empat kedudukan pada masyarakat ini, salah satunya adalah
untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial
atau profesi. Tato dukun sikerei, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli
berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera,
burung, atau buaya. Sikerei diketahui dari tato bintang sibalu-balu di
badannya. Tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan diatas tubuh.
Fungsi tato yang lain adalah keindahan. Maka masyarakat Mentawai juga bebas
menato tubuh sesuai dengan kreativitasnya.
Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai,
Arat Sabulungan (agama sekaligus kepercayaan). Istilah ini berasal dari kata sa
(se) atau sekumpulan, serta bulungatau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai
dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang diyakini
memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai
media pemujaan Tai Kabagat Koat (DewaLaut), Tai Kaleleu (roh hutan dan gunung),
dan Tai Ka Manua (roh awang-awang). Arat Sabulungan dipakai dalam setiap
upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah, dan penatoan. Ketika
anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun, orangtua memanggil sikerei
dan rimata (kepala suku). Mereka akan berunding menentukan hari dan bulan
pelaksanaan penatoan. Setelah itu, dipilihlah sipatiti, seniman tato. Sipatiti
ini bukanlah jabatan berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti dukun
atau kepala suku, melainkan profesi laki-laki.
Keahliannya harus dibayar dengan seekor babi. Sebelum
penatoan akan dilakukan punenenegat, atau upacara inisiasi yang dipimpin
sikerei, di puturukat (galeri milik sipatiti). Setiap orang Mentawai, baik
laki-laki maupun perempuan bisa memakai belasan tato disekujur tubuhnya.
Pembuatan tato sendiri melewati proses ritual, karena bagian dari kepercayaan
Arat Sabulungan (kepercayaan kepada roh-roh). Bahan-bahan dan alat yang
digunakan didapat dari alam sekitarnya. Hanya jarum yang digunakan untuk
perajah yang merupakan besi dari luar. Sebelum ada jarum, alat pentatoan yang dipakai
adalahsejenis kayu karai, tumbuhan asli Mentawai, yang bagian ujungnya
diruncingkan. Tubuh bocah yang akan ditato itu lalu mulai digambar dengan
lidi. Sketsa di atas tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai kayu
yang dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat pewarna
ke dalam lapisan kulit.
Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang dan
arang tempurung kelapa. Janji Gagak Borneo merupakan tahap penatoan awal,
dilakukan di bagian pangkal lengan. Ketika usianya menginjak dewasa, tatonya
dilanjutkan dengan pola durukat didada, titi takep di tangan, titi rere
pada paha dan kaki, titi puso di atas perut, kemudian titi teytey pada pinggang
dan punggung. Proses pembuatan tato memakan waktu dan diulang-ulang. Tentu saja
menimbulkan rasa sakit dan bahkan menyebabkan demam. Ditemukan juga bahwa tato
pada masyarakat Mentawai berhubungan erat dengan budaya dongson di Vietnam.
Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal.
Dari negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra
Pasifik dan Selandia Baru. Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa
suku di Hawaii, Kepulauan Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta
suku Maori di Selandia Baru. Di Indonesia, tato orang mentawai lebih demokratis
dibandingkan pada masyarakat dayak yang lebih cenderung menunjukkan status
kekayaan seseorang makin bertato, makin kaya. Dalam keyakinan masyarakat Dayak,
contohnya bagi Dayak Iban dan Dayak Kayan, tato adalah wujud penghormatan
kepada leluhur. Kepimimpinan yang jelas, tercermin dalam sistem religi, semua
upacara-upacara tradisional mereka yang beragam, dipimpin oleh seorang Kerei
atau Sikere (dukun, tokoh spritual).
Agama asli orang Mentawai, Arat
Sabulungan, percaya bahwa segala sesuatu punya roh masing-masing yang sama
sekali terpisah dari raganya dan bebas berkeliaran di alam luas. Kekuatan
terselubung dalam suatu benda yang bisa mengganggu manusia, mereka sebut
’bajao’. Karenanya harus diadakan upacara “pulaijat” (pembersihan uma) di waktu
tertentu (selama 1 minggu, bahkan lebih). Selama itu mereka terkena aturan
punen (ritual pelarangan mengerjakan tabu yang berkaitan dengan pulaijat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar